Hari ini aku kesal pada
Rubi. Ia berulangkali marah dan menotok notok kepalaku ke meja. Padahal yang
membuatnya marah bukan kesalahanku.
Rubi kesal karena
semenjak setengah jam yang lalu ia hanya bisa mengerjakan dua soal saja dari
sepuluh soal Matematika yang diberikan Pak Guru.
Sementara teman teman
yang lain sudah mengerjakan sedikitnya enam soal.
“Makanya belajar ,Bi!”
kataku sebal. Rubi melotot ke arahku dan menggusal gusalkan lagi kepalaku ke
meja.
“Kasar banget sih!”
seruku.
“Rasain!” hardik Rubi.
“Rubi!!” seru Pak Guru,
“Kenapa sejak tadi tidak bisa tenang?” Rubi menunduk.
“Rasain!” balasku. Ribu
menyurengkan matanya menatap kepalaku.
Ia mulai menulis
beberapa rumus di kertas dan mencoba memecahkannya. Sayangnya, ia tetap saja
tidak bisa.
“Apa kata
mama,Rub…makanya jangan terlalu sering keluar main Bola!” kataku menasehati,
”Kamu membiarkanku menunggumu di rumah menemanimu belajar, tapi kamu malahan
enak enakan main bola!!”
“Coba kalau kamu sadar
kalau hari ini ujian, kan kemarin seharusnya kamu belajar bersamaku!” keluhku
lagi.
“Padahal semalam aku
kan belajar!” jawab Rubi.
“Iya, kamu belajar Cuma
sebentar, karena kecapean bermain Bola!” sergahku.
“Sekarang giliran kamu
nggak bisa mengerjakan soal, kamu marah marah ke semua, termasuk padaku!”
“Harusnya kamu bisa
membagi waktu antara waktu bermain dan belajar..” kataku lagi menasehati Rubi.
“Aduuh,gawat nih kalau
jelek ulangan, Mama Papa pasti marah” keluh Rubi.
“Udah deh, pasrah
aja…memang salah kamu kok!Eeeh jangan coba coba nyontek pada Beni!!” teriakku
ketika Rubi mencuri curi lihat pekerjaan Beni.
Rubi mencibir ketika
Beni menutupi kertas ulangannya.
“Bagus,Ben!” seruku
senang.
“Ini pelajaran buat
kamu Bi,…lebih baik kamu banyak banyak bermain denganku. Lebih banyak
manfaatnya!” kataku.
Bel berbunyi. Semua
bergegas mengumpulkan kertas ulangan pada Pak guru.
Rubi meninggalkanku
sambil berjalan loyo ke meja Pak guru.
Beberapa menit kemudian
ia kembali ke tempat duduk. Kelihatannya Rubi menyesal tidak belajar dengan
benar semalam, padahal soal soal yang diberikan Pak guru semuanya mirip dengan
yang di buku. Cuma angkanya saja yang berbeda.
“Nggak bisa ya
tadi,Bi?” Tanya Beni kepadanya.
Rubi menggeleng.
“Tenang Bi, kita akan
harus banyak belajar bareng..oke?” kataku .
Rubi menatapku lalu
memasukan ku ke dalam kotak pensilnya. Aku berjanji akan setia menemaninya
belajar, karena aku adalah pensil kesayangan Rubi.
Source:
http://suarapensil.blogsome.com/2007/01/15/teman-setia/