Wednesday, May 19, 2010

Keindahan Sisi Kehidupan Sheila Marcia

Sheila Marcia Menghitung Hari, Kembali Masuk Penjara

Boleh jadi saat ini artis cantik Sheila Marcia Joseph tengah ketar ketir menati kedatangan surat ekskusi penahanan-nya.

Seperti yang ramai diberitakan, Sheila harus kembali masuk penjara kurang lebih selama selama lima bulan menyusul dikabulkannya Kasasi Jaksa Penuntut Umum, Kejaksaan Negeri Jakarta Utara oleh Mahkamah Agung (MA). MA memutuskan Sheila bersalah atas kasus penggunaan narkoba.

Namun, hingga kini Sheila Marcia masih bisa menghirup udara bebas. Pasalnya, Kejari Jakarta Utara belum bisa melakukan eksekusi karena belum menerima surat resmi dari MA. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Kejari Jakarta-Utara, Martono.

"Kalau suratnya sudah turun, kita terima baru yang bersangkutan dipanggil. Bila mangkir dari panggilan, paling lambat 3X24 jam, baru dilakukan pemanggilan secara paksa," jelas Martono.

Menurut kabar, surat resmi dari MA itu akan sampai di Kejari Jakarta Utaran dalam satu dua hari ini. Itu artinya, Sheila Marcia tinggal menghitung hari untuk kembali menginap di hotel Prodeo.
Dan bila hal itu terjadi, merupakan pukulan berat buat Sheila dan keluarganya. Sebab, seperti diketahui setelah bebas tanggal 6 Maret lalu, ia mulai menata kembali hidup dan karirnya. Bahkan, pekan lalu, Sheila baru saja merilis album yang diproduseri oleh Inul Daratista.
Baca Selengkapnya >>

Penderitaan Sisi Kehidupan Sheila Marcia

Arthalita dan Lidya Pratiwi dan kehidupan serba mewahnya di penjara, membuat miris semua masyarakat Indonesia. Tanpa terkecuali, kalangan artis dan selebiritis yang biasa hidup di dunia kemewahan pun ikut merasa miris.

"Ini membuat kita prihatin. Kok jadi bisa dibisniskan. Penjara kok bisa dibayar. Penjara kok seperti kos-kosan saja. Yang punya duit bisa bayar sana-sini. Yang punya duit bisa dapat fasilitas mewah. Jangan begitu dong. Kalau seperti itu nanti orang bisa dan banyak yang mau ke penjara. Itu kan miris," ungkap Ratna Listy kepada INILAH.COM, belum lama ini.

Kenyataan itu membuat penjara tak lagi menjadi sel hukuman yang menakutkan. Para penjahat bukannya kapok, malah jadi asyik berada dalam penjara.

"Tidak menyangka fasilitasnya seperti hotel mewah. Itu harus diperbaiki. Hukum di Indonesia kok salah kaprah. Sedihnya pemerintah kita bisa kecolongan ya? Kok hukum bisa dibeli," tambah Ratna.

Anji 'Drive' juga berpikiran sama, terungkapnya kasus Arthalita dan Lidya menjelaskan bobroknya birokrasi hukum tanah air. Namun atas apa yang sudah terjadi, Anji justru bersyukur kebatilan bisa dihapuskan. Kebenaran pun kembali ditegakan.

"Sebenarnya lumayan, itu sebagai peringatan untuk kepala-kepala Lapas yang lain, agar lebih peduli sama hal seperti ini sehingga tidak melakukan itu lagi. Jangan kasih fasilitas lebih kepada seseorang atas imbalan apapun," papar Anji menggebu.

Ia berharap Arthalita dan Lidya serta tahanan lain yang seenak-enaknya 'mengobok-ngobok' hukum Indonesia ditempatkan semestinya tahanan.

"Gue pengennya Arthalita dan yang lainnya benar-benar dipindahkan. Sebagaimana penjara dia harus digabungkan dengan yang lain. Koruptor digabungkan dengan napi koruptor. Jangan dengan yang nyolong ayam, karena khawatirnya nanti malah digebukin," imbuh Anji.

Kenyataan penjara mewah ala hotel atau resor hotel bintang lima Arthalita dan Lidya ternyata berbeda dengan apa yang dialami artis Sheila Marcia yang berada di rumah tahanan yang sama. Meski hamil besar, ia tetap diperlakukan sama dengan tahanan lainnya.

"Saya mau bilang Sheila tidak dapat fasilitas istimewa. Buktinya lagi hamil sulit dibawa ke dokter spesialis. Wah pokoknya bukan main sulitnya," ungkap kuasa hukum Sheila, Ferry Juan.

Sheila pun harus rela tidur di kasur tipis di atas lantai, meskipun itu membuatnya menderita.

"Orang biasa sih nggak apa-apa. Ini orang hamil. Sheila sendiri suka ngeluh takut terjatuh, ya ini penderitaan buat Sheila," akunya.

Juan menambahkan, "Seharusnya Sheila dapat prioritas kemanusiaan dikit. Sheila nggak dapat fasilitas itu karena nggak punya duit."

Sama seperti Sheila, aktris Jeniffer Dunn yang dipenjara akibat kasus narkoba tetap diperlakukan sama.

"Sama sekali tidak ada keistimewaan, Jennifer sama dengan yang lain kok, biasa aja selnya," ujar kuasa hukum Jeniffer, Sunan Kaligaja.

Sunan pun mengatakan sejak awal masuk Rutan Pondok Bambu, Jennifer berada standar aturan hukum yang ada. Jennifer tidur di sel seperti yang dihuni oleh kebanyakan tahanan Rutan Pondok Bambu. Kasur tipis di atas ubin.

Jennifer pun tak mendapatkan fasilitas telepon selular di dalam Rutan. "Tidak ada telepon selular. Untuk itu dicek saja di sana. Di Rutan Pondok Bambu kan ketat," tutur Sunan.

Fenomena Arthalita dan Lidya Pratiwi yang mewah di penjara dan Sheila Marcia dan Jeniffer Dunn yang tetap apa adanya seperti tahanan lain pada umumnya itu jelas sangat menyesakkan dada. Siapa yang bisa terima melihat Arthalita bisa seenaknya hidup di dalam penjara. Sementara Sheila dan yang lainnya tetap diperlakukan sama, seperti tahanan penjara umumnya. Jelas, itu membuat hukum penjara di Indonesia harus diatur dan dikembalikan sesuai koridornya.

"Jangan ada jaringan yang lama. Ya mungkin ada beberapa solusi. Hasilnya baik atau tidak

lihat nanti saja. Yang penting hukum jadi benar dan semestinya," tutur Ratna.

Keadilan yang semena-mena itu pun akhirnya bisa sesuai timbangannya lagi. Tidak dilebihkan, dan tidak dikurangkan.

"Kami hanya rakyat jelata yang ingin pemerintah bersih. Jadi mulai sekarang harus konsisten. Jangan pas kampanye aja janji-janji. Sekarang harus buktikan membalikan hukum kita dengan benar," kata Ratna.
Baca Selengkapnya >>

Sisi Keadilan Susno Djuadji

Jakarta - Susno Duadji kini dibui di Rutan Brimob Kelapa Dua, Depok. Statusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penyuapan di kasus Arwana. Namun Susno menuntut pengusutan kasus Gayus, terkait status Brigjen Edmon Ilyas dan Brigjen Raja Erizman.

"Kesaksian Kompol Arafat jelas sekali. Tapi kenapa yang satu hanya non aktif (Edmon) dan yang satu lagi (Raja) masih berdinas," kata pengacara Susno, Ari Yusuf Amir, di Jakarta, Rabu (12/5/2010).

Sejak awal pengusutan kasus Gayus, Susno sudah mempertanyakan kelambatan penanganan kasus tersebut.

"Saat Pak Susno diperiksa, dia mempertanyakan ke penyidik penanganan kasus itu, jawabannya hanya masih dalam proses," terangnya.

Dia juga menilai ada keganjilan dalam penanganan kasus Arwana. Kenapa kasus Gayus belum rampung, tapi tim independen malah menyidik Susno dan melakukan penahanan.

"Kasus Gayus belum tuntas, tapi kemudian loncat kepada kasus Arwana. Ada apa ini? Kalau Pak Susno menerima suap dari Sjahril Djohan, kenapa pemberi suap tidak jadi tersangka lebih dahulu, malah Pak Susno ditahan," tutupnya.

Sebelumnya Kadiv Humas Mabes Polri menegaskan penangkapan Susno bukan untuk pembungkaman tetapi sebagai bagian dari keseriusan Polri untuk melakukan reformasi. Polri menjamin tidak ada usaha untuk melindungi oknum-oknum Polri yang memang bersalah.
Baca Selengkapnya >>

Sudut Pandang Susno Duadji

Sejak Komjen Pol Susno Duadji diberhentikan sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal pada November 2009, aroma perseteruan antarperwira berbintang di markas polisi mulai ditebar. Aroma ini semakin kuat tatkala Komjen Susno Duajdi (SD) melakukan manuver-manuver dengan sasaran jenderal-jenderal di kepolisian.

Serangan pertama SD adalah kehadiran beliau sebagai saksi meringankan kasus Antasari Azhar dalam persidangan di PN Jakarta Selatan pada 7 Januari 2010. Dalam kesaksiannya, SD menghantam Irjen Hadiatmoko dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD) dengan mengatakan bahwa sebagai Kabareskrim dirinya tak dilibatkan dalam tim yang menangani kasus Antasari. Kasus pembunuhan Nasruddin Zulkarnaen ditangani oleh Wakabareskrim Irjen Hadiatmoko, yang langsung langsung bertanggungjawab di bawah Kapolri Bambang Hendarso Danuri (BHD). Serangan pertama SD ini disambut dengan kemarahan institusi Polri bahwa SD sudah melanggar kode etik karena tidak meminta izin ke Kapolri untuk hadir dalam persidangan Antasari Azhar.

Manuver kedua SD dilakukan ketika ia diminta hadir dalam Pansus Centry. Lagi-lagi Komjen SD menyerang institusi Polri. Meskipun topik Pansus adalah tentang Century, namun SD berbicara panjang lebar pengkambinghitaman dirinya dalam kisruh “Cicak vs Buaya”, tentang kriminalisasi Bibit S R dan Chandra M Hamzah. SD yang sudah terlanjur ‘berdosa” dalam kisruh “Cicak vs Buaya” berusaha membersihkan bercak dosanya melalui Testimoni Susno Duadj. Disana tercantum ketidakbecusan Kapolri BHD dalam ‘menjilat’ Presiden SBY.

Dua manuver alias ‘kartu truf’ ala SD diatas setidaknya menjadi ‘hidangan pembuka’ bagi masyarakat untuk memberi simpati kepada Pak Susno. Kehadiran SD dalam dua peristiwa penting yang disorot media (Antasari dan Century) dimanfaatkan dengan baik Susno. Susno tampil sebagai ‘pembela’ kebenaran, Susno tampil melawan arus institusi Kepolisian yang tidak kredibel di mata masyarakat, Susno berusaha tampil sebagai “pahlawan’ bagi masyarakat. Berbagai kesempatan ‘dialog’, wawancara, pers conference dimanfaatkan Susno. Dengan menyerang institusi Kepolisian yang bobrok, simpati masyarkat mulai mengalir. Dimata sebagian masyarakat, Susno menjadi “polisi hebat, bersih’ diantara “polisi yang kotor”. Dalam hal ini, Susno sudah menang bermanuver melawan atasannya Kapolri BHD dan sejawatnya (bintang-bintang di Mabes Polri).

Big Maneuver

Meskipun tidak ada jaminan dirinya bersih sebagai “Polisi Berbintang”, Susno berani membuka kartu truf lain yang fenomenal yakni kasus mafia pajak. Sebuah kasus ‘borok’ yang begitu bobrok di tubuh Dirjen Pajak, sub Departemen dibawah Menteri Keuangan Sri Mulyani yang melibatkan banyak petinggi Polri, konsultan pajak dan wajib pajak. Tidak tanggung-tanggung, manuver kali ini membuat SD semakin frontal berhadapaan dengan banyak mantan koleganya.

Akibat peluit mafia pajak, Susno harus menerima kenyataan 2 kali diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan Polri , sebelum akhirnya ditetapkan sebagai terperiksa. Ketika dipanggil untuk ketiga kalinya akhir pekan lalu, Susno menolak hadir. Tindak-tanduk Susno yang menantang membuat panas banyak jenderal. Kapolri BHD sempat berkeras tak mau menindaklanjuti laporan Susno soal dugaan makelar kasus dalam kasus pencucian uang oleh pegawai Direktorat Pajak, Gayus Tambunan. BHD baru melunak setelah Satgas Pemberantasan Mafia Hukum menemuinya dan BHD akhirnya mengakui bahwa memang ada kejanggalan dalam penyidikan kasus Gayus Tambunan.

Dalam kasus Gayus Tambunan, Susno kembali mendapat skor kemenangan. Apa yang disampaikan “Whislter-blower” ini ternyata benar adanya. Benar bahwa terjadi kongkalikong aparat kepolisian hingga kejaksaan dalam kasus penyimpangan wajib pajak yang ditangani oleh Gayus Tambunan. Susno semakin fenomenal, tatkala dirinya hadir dalam rapat kerja Komisi III DPR. Dihadapan para anggota Komisi III DPR RI, Susno mengatakan siap mati untuk menegakkan kebenaran dalm membuka kasus praktik mafia kasus di tubuh Polri.

Mabes Polri bukannya tidak berbuat apa pun untuk meredam Susno. Pertengahan Maret 2010 silam, para jenderal melakukan pertemuan di sebuah hotel di kawasan Mahakam, tak jauh dari Mabes Polri. Di sana para jenderal dan komisaris besar dari angkatan 1977 ini membujuk Susno agar tak bikin ramai di luar institusi. Susno saat itu tak banyak bicara. “Dia hanya bilang akan mempertimbangkan masukan kami,” kata Edward (Tempo).

Tapi tampaknya Susno tak peduli. Dalam berbagai kesempaan di media, Susno mengaku akan terus membongkar kebobrokan institusi kepolisian sebagai tanda “ia mencintai Polri”. Kesiapan membongkar kebobrokan Porli telah disusun secara matang. Sebagai mantan Kabareskrim, Susno sudah menghitung semua risikonya termasuk mempersiapkan “senjata” pamungkas dokumen yang tersimpan dalam 3 brankas. Susno tentunya akan mengeluarkan senjatanya tersebut ketika dia terpojok.

Dokumen 3 brankas ini mencuak ketika Mabes Polri gencar mencari kesalahan Susno. Sangatlah mungkin bahwa selama lebih 3 dekade di tubuh Polri, Susno pasti melakukan tindakan yang tidak bersih. Susno bukanlah polisi yang benar-benar polisi bersih. Meski tampaknya Susno merupakan jenderal polisi yang lebih bersih dan berani, tidak tertutup kemungkinan Susno termasuk polisi yang tidak bersih. Berbagai dugaan “dosa-dosa” Susno selama menjabat di Trunojoyo beredar. Soal kepemilikan rumahnya yang sampai 16 buah, kasus-kasus korupsi yang disetop penyidikannya selama dia menjabat Kabareskrim, sampai tudingan dia “memelihara” makelar kasus sendiri merupakan serangan balik dari Mabes Polri.

Susno Duadji Ditangkap!

Pada 12 April 2010 sore, whistle – blower kasus mafia pajak – Gayus Tambunan ditangkap (ditahan) oleh polisi Divisi Profesi dan Pengamanan Markas Besar Kepolisian RI di Bandar Udara Soekarno-Hatta saat hendak berangkat ke Singapura untuk medical check up (mcu). Susno ditangkap dengan tuduhan melanggar disiplin internal Polri (Detiknews), lebih tepatnya melakukan perjalanan ke Singapura tanpa izin pimpinan Polri (Yahoo).

Penangkapan (penahanan) Susno merupakan puncak kegeraman Mabes Polri atas aksi-aksi nakal Susno. Selama ini Susno dituduh lalai menjalankan tugasnya sebagai anggota polisi dengan mangkir lebih dari dua bulan. Susno juga dianggap melakukan pencemaran terhadap institusi tempat ia bekerja.

Dari segi internal Kepolisian, tindakan Susno menyebar aib institusinya ke mana-mana merupakan tidak etis sebagai prajurit Polri. Susno mestinya membenahi dari dalam, bukan justru mengumbar keburukan institusinya keluar. Sebagai seorang yang pernah menduduki jabatan tinggi di Mabes Polri, Susno sebenarnya memiliki kesempatan untuk memperbaiki institusinya. Namun ia tidak melakukannya dan bahkan malah sempat mencoreng citra polisi ketika ia melemparkan kontroversi Cicak-Buaya.

Barulah ketika ia dipecat dari jabatan Kabareskrim, Susno muncul seperti ‘bayi baru lahir”. Setelah keluar dari Kabareskrim, Susno justru berkoar atas bobroknya institusi Polri. Susno membeberkan adanya mafia di tubuh Polri. Hal yang sangat berbeda ketika ia menjabat Kabareskrim Polri. Ketika hadir dalam RDP Komisi III tentang Kriminalisasi pimpinan KPK, Susno menyatakan dan menjamin bawah tidak ada mafia ditubuh Kabareskrim Polri. Hal yang sangat kontradiksi pasca jabatannya lengser. Dari sini, kita bisa melihat motif dari seorang Susno Duadji. Karena ia dilempar dari kursi Kabareskrim meskipun ia sudah berusaha melindungi bobrok Polri, maka bagi Susno yang sudah tersingkirkan lebih baik membongkar semua kebusukan. Susno tidak ingin dia sendiri mendapat getah.

Dengan bermodal informasi dalam kasus Antasari, Century dan mafia pajak Gayus Tambunan, Susno berada diatas angin. Informasi yang disampaikan Susno kepada Satgas Mafia Hukum ternyata benar dan bahkan mampu mengungkapkan persengkongkolan besar yang merugikan keuangan negara. Polisi, jaksa, dan kemungkinan besar hakim ikut dalam pengaturan kasus Gayus Tambunan sehingga yang bersangkutan hanya dikenai hukuman percobaan, meski merugikan negara hingga Rp 28 miliar.

Pada awalnya baik polisi maupun jaksa menyangkal ikut dalam persengkongkolan kasus Gayus. Namun akhirnya polisi memberhentikan beberapa anggotanya termasuk Kapolda Lampung Brigjen Edmond Ilyas. Sementara Kejaksaan meski malu-malu dan yang tidak masuk akal menilai jaksa seniornya tidak cermat melakukan penuntutan, melepas jabatan beberapa jaksa seperti Cirus Sinaga. Dari kasus Gayus kemudian terungkap beberapa kasus lain yang lebih besar di Direktorat Jenderal Pajak. Bahkan muncul perkiraan, kerugian negara akibat permainan orang-orang pajak bisa mencapai Rp 140 triliun.

Guliran informasi Susno tidak hanya berhenti di situ. Di depan anggota Komisi III DPR, Susno mengungkap makelar kasus yang lebih kakap karena ia adalah orang yang mempunyai akses di kejaksaan dan kepolisian dan dekat dengan pejabat tinggi di institusi tersebut. Dari mulut Susno muncul nama Syahrir Djohan yang pernah menjadi staf khusus Jaksa Agung Marzuki Darusman dan dekat dengan mantan Wakapolri Komjen Makbul Padmanagara.

Beruntunglah, Susno Duadji Ditangkap

Ditangkapnya (lebih tepatnya ditahan) Susno Duadji oleh Propam Mabes Polri di Bandara Soekarna Hatta merupakan momen yang menguntungkan bagi Susno Duajdi. Terlebih media sempat meliput detik-detik penahanan Susno. Manuver-manuver Susno dalam membongkar kasus mafia perpajakan, persidangan Antasari dan kisruh Polri vs KPK, telah memberi kesan simpati masyarakat kepada SD. Bahkan tidak sedikit masyarakat menganggap keberanian Susno yang berani membongkar kebobrokan institusi Polri sebagai tindakan pahlawan. Apalagi, selama ini lembaga Polisi mendapat citra yang begitu buruk dalam memberi pelayaan publik.

Meskipun noda hitam yang melekat pada dirinya ketika kisruh “cicak vs buaya”, namun gebrakan whistle-blower dalam kasus pajak Gayus Tambunan + petunjuk pada mega skandal mafia perpajakan di tubuh Polri membuat mayoritas masyarakat berdiri dibelakang Susno. Dan Susno tentu tahu benar bahwa masyarakat kita akan memberi dukungan kepada mereka yang ‘sedikit berani kepada penguasa’ dan paling penting dalam posisi terzalimin.

Ditahannya Susno Duadji ketika akan berangkat ke Singapura untuk ‘berobat’ (apapun alasannya), merupakan salah satu puncak keemasan manuver Susno dalam memanfaatkan kemarahan (atau lebih tepatnya kebodohan) Mabes Polri. Ditahannya Susno justru membuat dukungan masyarakat kepada Susno akan semakin meningkat. Tentu kredit poin yang diterima Susno ini berbanding terbalik dengan Kapolri BHD. Dengan pengaruh media, maka nama Kapolri akan semakin buruk. Desakan masyarakat agar presiden SBY untuk mencopot Kapolri BHD dan mereformasi tubuh kepolisian akan semakin santer terdengar. Apabila pemerintah SBY kurang dapat memanage kemarahan masyarakat kepada kepolisian dan institusi pemerintah (mafia pajak), maka kredibilitas pemerintahan SBY akan menurun.

Disaat itulah, mayoritas masyarakat akan mengelu-elukan Susno Duadji yang terzalimin diangkat menjadi Kapolri atau Ketua KPK. Namun, apakah usaha Susno Duadji merebut kursi KPK atau Kapolri berhasil?

Jawabannya sangat tergantung pada dukungan politik di parlemen. Dan tentu saja, konstelasi politik di parlemen dan manuver Susno Duadji merupakan masalah sangat serius bagi keberlangsungan bagi pemerintahan SBY. Karena sangat mungkin, Susno Duadji bersama ‘tim’-nya memiliki kartu truf yang akan menghancurkan citra Presiden SBY atau sebaliknya.

Bisa dikatakan, pasca ditangkap di Bandara Soekarno Hatta, praktis Susno Duajdi memegang kartu truf Kapolri BHD bahkan SBY sekaligus. Kasus Susno bukan lagi masalah Susno dengan institusi Polri (Kapolri BHD), namun sudah masuk area Susno’ers vs SBY’ers. Semua pihak dibelakang itu sudah siap-siap bermanuver, mencari dukungan politik melalui media massa, masyarakat dan parlemen. Oleh sebab itu, maka saya simpulkan bahwa ditangkapnya di Bandara Soekarno Hatta ketika akan berangkat “berobat”, merupakan buah manis dari manuver Susno alias menguntungkan.
Baca Selengkapnya >>
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...